Patah 'Lagi'
“Jadi gimana masih mau sendiri?”
Berawal dari kalimat yang membuat cerita ini dimulai.
Kamu memang bukan orang asing dihidupku. Kupikir, dengan
bersamamu akan menjadi lebih mudah karena aku telah mengenalmu. Teman baikku.
Saat itu, saat aku sudah lelah dengan akhir cerita cintaku
yang naas lagi, kamu hadir membawa sepucuk kebahagia-untuk kita. Kamu yang
membuat ragu itu hilang, kamu yang membuat bahagia itu ada, kamu yang
meyakinkan bahwa cinta itu ada.
Kita berasal dari latar yang sama, sama-sama makhluk patah
hati karena sebuah pengkhianatan. Kamu yang memberikan penawaran untuk kembali
bangkit, bersama untuk membangun kebahagiaan kita yang baru. Dengan mudahnya
kau ku percaya karena kuyakin kamu yang sama denganku tidak akan tega melakukan
hal yang membuat kamu sangat terpuruk pada saat itu. Kita bisa bahagia bersama.
Kamu memang bukan lelaki pada umumnya. Sikapmu yang cuek
membuat aku harus sangat beradaptasi. Ditambah aku harus bersaing dengan
kuliahmu, organisasimu, jadwal kerjamu yang sangat padat itu. Sampai saat
terakhirpun aku masih mencoba untuk menerimanya.
Ternyata berjalan denganmu sedikit membuat aku kelelahan.
Tapi, tidak apa namanya juga perjalanan kan? Intinya aku harus bersyukur dengan
apa yang kupunya saat ini. Aku tetap sayang padamu.
Bulan depan, anniversary kita yang pertama. Aku sudah
membayangkan perayaan kecil bersamamu, nanti. Berharap hubungan kita akan
semakin baik lagi dan bisa melewati masalah yang akan terjadi nanti bersama-sama.
Karena kurasa selama hampir setahun kita belum mendapatkan masalah apapun,
hanya kesalahpahaman kecil yang aku tangkap yang membuat aku jadi ngambek
sendiri.
Tapi ternyata semua diluar skenario.
2 bulan terakhir entah mengapa hatiku lebih cemas dari
biasanya. Padahal kutahu rutinitasnya hanya lembur bekerja setelahnya menikmati
sedikit waktu untuk sekedar melepas penat dengan hobinya. Sampai aku sulit
mendapat perhatiannya. Sampai aku rindu mendapatkan perhatian darinya. Aku
menepis semua pikiran buruk yang entah tiba-tiba menangapa merasuki pikiran
ini.
Tapi ternyata batinku lebih peka dari apapun, tepat hari itu
aku mendapatkan kejuatan tak terduga. Semuanya terbongkar. Beberapa bulan
terakhir ternyata kamu berkhianat padaku. Kamu mendambakannya dibelakangku. Aku
sangat tidak percaya akan semua ini. Kamu dengan sosokmu yang susah untuk
berkenalan dengan wanita baru, kamu yang membenci sebuah pengkhianatan, kamu
yang katanya hanya padaku. Semuanya bullshit!!! Sangat sulit dipercaya!!!!
Aku tidak tahu bagian mana dari diriku yang salah, yang
membuat kamu bisa setega itu. Apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?
Apa semuanya kurang cukup? Selama ini aku rasa aku cukup
baik untukmu. Mulai dari pengertianku untuk semua aktifitasmu, kita berdua
saling membebaskan untuk mengespresikan diri, aku yang tidak banyak menuntut
waktu darimu karna aku mencoba mengerti untuk segala aktifitasmu itu, aku yang
mencoba menerima kamu yang kadang masih selalu mengutamakan dirimu dan
temantemanmu dibanding aku, aku yang masih selalu sabar meski muak karena saat
bersamaku pun kamu masih dengan hobimu yang susah lepas itu.
Entah rasanya sangat hancur, yang ada dipikiranku selama ini
adalah mencoba merawat hubungan ini agar lebih baik lagi. Seburuk apapun kamu
cukup membuatku selalu bersyukur dan selalu bersemangat untuk terus memperbaiki
hubungan ini. Tapi ternyata tanpa disadari aku sudah lama jalan sendiri.
“Aku selama ini coba nahan aku percaya aku bisa mengatasi
masalah ini sendiri dan ternyata aku sampai lelah sendiri”
Pernyataan-pernyataannya yang masih membuatku menyerit
kebingungan. Selama ini dia tidak pernah berkomentar apapun. Dan aku kira
memang normal apaadanya. Beda denganku, yang sedikit tidak nyaman langsung aku
utarakan padanya.
“aku juga gak sadar kenapa sudah sampai sini. Aku
benar-benar tidak bermaksud mengkhianatimu”
“logika dan perasaan aku benar-benar bertabrakan. Aku sadar
logika aku punya kamu, tapi ada perasaan gak bisa aku bohongin kalau ternyata
perasaan ini ada didia.”
“aku gak tau ini dari kapan yang jelas aku udah ngerasa
hambar sama kamu”
“aku sayang sama kamu, aku gak mau ngelepas kamu. Tapi
bertahan sama kamu bikin kamu malah tambah sakit”
“kamu tau kan aku susah buat kenal sama cewek. Tapi dia
beda, ada sosok masalalu aku di dia yang buat aku ternyata mudah buat kenal sama
dia”
Mendengar pernyataan itu aku merasa sangat di hancurkan
berkali-kali lipat olehnya. Benar-benar aku sangat tidak mengenalmu. Kamu yang dulu sangat membenci mantanmu karena
penghianatannya kini kamu dengan mudahnya menjilat ludahmu sendiri. Dan
kesimpulanku sebenci-bencinya kamu dengan masalalumu ternyata kamu belum
berakhir dengannya. Kamu masih belum lepas dengan kenangan masalalu meskipun
itu pahit.
“Lalu kita gimana?”
“Aku ingin sendiri dulu. Aku gak memilihmu dan tidak memilih
dia juga. Aku ingin tenang. Aku gak bisa janji setelah ini aku bisa balik lagi
kekamu atau enggak. Aku sudah terlalu banyak nyakitin kamu. Aku gak tau
kedepannya bakalan gimana. Kalau aku memilih bertahan sama kamu aku egois”
Menurutku ini sangat tidak adil. Aku yang sudah sangat
hancur saat inipun dengan bodohnya masih saja menawarkan 1 kesempatan lagi
untuk memperbaiki. Karena kuyakin ini hanya karena kita kurang komunikasi. Aku
yakin jika kita samasama kita bisa memperbaikinya. Asal kamu mau
meninggalkannya dan kamu mau berubah itu sudah sangat cukup untukku.
Tapi ternyata kamu sudah menyerah sebelum mencoba
memperbaiki semua ini. Memang tiada maaf untuk pengkhianatan, tapi entah kenapa
aku sangat yakin ini masih bisa diperbaiki. Ini hanya cobaan untuk kita.
Tapi kamu tetap teguh pada pendirianmu itu, entah
sungguhsungguh kamu ingin sendiri atau hanya alibimu agar kamu bisa bebas
dengan wanita itu. Entahlah.
Akupun tidak bisa memaksa seseorang yang sudah tidak ingin
berjuang denganku, dan akhirnya aku mengalah lagi untuk merelakanmu. Mencoba
dengan keadaan yang sangat tidak siap ini.
Aku masih tidak menyangka akan berakhir lagi, dengan
berujung dikhianati lagi. Kalau kamu kira aku baik-baik saja tentu sangat
tidak. Entah kapan waktu akan
memberikanku kebahagiaan yang nyata. Biarlah saat ini kunikmati kesedihan hati.
Entah sampai kapan. Aku hanya takut
ditinggal lagi. Ya meskipun memang setiap pertemuan hanya ada 2 pilihan. Ditinggalkan
atau meninggalkan.
Untukmu, terimakasih telah memberikanku kebahagian yang
singkat, terimakasih untuk luka yang kamu beri, entah sampai kapan akan sembuh.
Aku berharap semuanya cepat pulih.
Bahagialah selalu dirimu, meskipun aku masih belum merelakan
kalau bahagiamu itu bukan aku. Tapi aku tidak bisa memaksakan kehendak yang
bukan kehendakku.
Semoga kamu segera sadar, semoga ini kesalahan pertama dan
terakhir yang kamu lakukan. Jangan menyakiti hati lainnya, apalagi karena ingin
membalaskan sakitmu di cerita sebelumnya.
Hati-hati dijalan, kasih.
Sampai bertemu di waktu yang sudah jauh lebih membaik nanti.
Salam hangat,
An
Komentar
Posting Komentar